Jumat, 18 November 2011

GAGASAN PEMBAHARUAN DESA:

GAGASAN PEMBAHARUAN DESA:
PEMBARUAN DESA SEBAGAI WUJUD KEBERPIHAKAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN RAKYAT

Pengantar.
Lahirnya Undang-undang No 32 Tahun 2004 sedikit banyak memperngaruhi lajunya Pembaruan Desa. Pondasi pembaruan desa yang digalang berdasarkan Undang-undang No 22 tahun 1999 harus mandeg dulu, karena ada peerbedaan yang sangat mendasar antara Undang-undang No 32 Tahun 2004 dengan Undang-undang No 22 Tahun 1999. Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999 membuka semangat baru bagi masyarakat desa untuk menggeliat menyadarkan dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penyangga tegaknya suatu pemerintahan/Negara.
Sebelum lahirnya undang-undang No. 22 tahun 1999, nasib desa hanya diposisikan sebagai sasaran tembak sebuah kebijakan/aturan. Padahal pemrintah sudah seharuanya memberikan kesempatan kepada rakyat melalui institusi pemrintah desa sebagai institusi pemerintah yangpaling bawah untuk menentukan pengaturan otonomi desa sesuai dengan landasan yuridis yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat. Otonomi daerah harus dijabarkan secara luas dan diimplementasikan kepada otonomi desa. Dengan otonomi desa itulah makna pembaruan desa akan terealisir, pembaruan desa bias terwujud ketika paradigma lama diubah dengan tatanan baru. Pembaruan desa dikatakan bisa terealisir jka pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah sampai dengan pemerintah pusat bermuara pada kepentingan dan keberpihakannya kepada masyarakat (rakyat). Manifestasi keberpihakan pemerintah kepada masyarakat manakala pemerintah benar-benar mengoptimalkan peran lembaga pemerintahan desa dalam pembangunan desa.
Keberadaan desa merupakan asset dan pondasi riil sebagai pijakan dasar dari kekuatan Negara/Pemerintah, karena desa merupakan elemen paling awal sebagai ukuran/parameter terwujudnya kestabilan Negara di semua bidang. Otonomi desa harus terejowantahkan (interpretasikan) ke tingkat desa. Otonomi harus dimaknai penyerahan kewenangan-kewenangan yang semestinya menjadi hak desa oleh pemerintah. Sedangkan pembangunan desa dimaknai sebagai landasan pembangunan ditingkat selanjutnya, kebijakan-kebijakan pembangunan pemerintah harus berpihak kepada kesejahteraan masyarakat.
 
Ada beberapa fenomena untuk menandai keberpihakan pemerintah kepada pembangunan yang berpihak kepada masyarakat: 1) Menempatkan pembangunan desa sebagai wahana terciptanya kesejahteraan rakyat. 2) Memberdayakan pemerintah desa sebagai manifestasi Pembaruan Desa (otonomi desa). 3) Memberikan kepercayaan kepada rakyat melalui lembaga pemerintahan desa. 4) Menempatkan rakyat melalui lembaga desa sebagai himpunan kekukatan terciptanya demokrasi.
 
Desa semestinya ditempatkan pada tempat pijakan dasar untuk terwujudnya kestabilan Negara, ini mempunyai makna penting karena secara riil keberadaan Negara kita ini (Indonesia) tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan desa. Membangun Negara akan lebih efektif dimulai dari elemen yang paling dasar sebagai pondasi bangunan yang lebih makro. Pembangunan desa yang sekaligus merupakan implementasi keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat secara makro, merupakan cara yang efektif untuk melihat atau sebagai parameter keberhasilan Pembangunan Nasional.
Substansi pembaruan desa salah satunya pembangunan desa dalam arti makro. Pembangunan desa bukan berarti pembangunan secara fisik melainkan pembangunan disemua bidang yakni mulai dari membangunan SDM, Kultur, Sosial-Ekonomi, Politik dan membangun semua bidang yang berkitan dengan pengkristalan semua keragaman rakyat desa. Mensikapi berlakunya Undang-undang No 32 Tahun 2004 yang sampai saat ini PP yang mengatur/menjabarkan aplikasi pemerintahan daerah lebih mengerucut tentang pemerintahan desa belum muncul sehingga menimbulkan keambiguitasan pelaksanaan aturan ditingkat pemerintahan daerah (termasuk ) pemerintahan desa. Impelementasi demokrasi yang digalang dengan berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 menjadi tumpul. Contoh persoalan Badan Perwakilan Desa merupakan lembaga pemerintahan desa yang benar-benar merupakan representative rakyat kehilangan hak-haknya untuk mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan desa. Padahal Badan Perwakilan Desa baik cara pemilihan lembaga tersebut maupun tugas pokok dan fungsinya benar-benar mencerminkan aktualisasi demokrasi yang sesungguhnya.
Demikian juga lurah yang semestinya setiap tahun melaporkan hasil kerjanya kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa tetapi menurut UU No. 32 Tahun 2004 lurah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati melalui camat. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 ini merupakan undang-undang yang mengatur pemerintahan kembali ke sentral (resentralisasi), padahal pembaruan desa ini akan terwujud dengan cepat ketika sistem desenrtalisasi dilaksanakan dengan konsisten. Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 yang belum disertai Peraturan Pemerintah, juga membuat ketumpulan pemerintah derah untuk menindak lanjuti dengan peraturan daerah. Peraturan daerah yang seharusnya menjadi landasan yuridis pembuatan peraturan desa. Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah daerah sering berbeturan dengan realita, disisi lain desa harus segera membuat regulasi wajib setiap tahun dan juga harus sudah menempatkan UU No. 32 Tahun 2004 sebagai konsideran, namun pengaturan landasan operasional belum ada. Dari realita kondisi ini membuat kegamangan ditingkat birokrasi paling bawah. Rakyat sangat berharap Peraturan Pemerintah yang memberikan arah operasional pelaksanaan pemerintah daerah/pemerintah desa segera terwujud sebagai landasan untuk menindak lanjuti/mempertegas pelaksanaan pembaruan desa. Peran lembaga pemerintahan desa baik secara formal maupun informal mempunyai peran yang sangat penting terhadap pelaksanaan pembaruan desa, lembaga pemerintahan desa yang terdiri dari elemen masyarakat merupakan motor penggerak terciptanya pembaruan desa.
Keberadaan lembaga pemerintahan desa harus diberdayakan, diberi kewenangan penuh untuk melaksanakan apa yang telah diprogramkan. Kewajiban pemerintah daerah maupun pusat merealisir Alokasi Dana Ke Desa sesuai dengan jatah alokasi masing-masing desa. Lembaga pemerintahan desa yang secara representative cerminan himpunan rakyat perlu diberdayakan dalam memanifestasikan tatanan demokratis sebagai upaya pencapaian kesejahteraan rakyat melalui nilai-nilai pembaruan dan pembangunan desa. Ada dua hal yang harus diingat dalam pembaruan desa:
  1. Payung hukum yang diterbitkan oleh pemerintah, baik peraturan daerah maupun undang-undang.
  2. Kesungguhan pemerintah daerah maupun pusat dalam mewujudkan pembaruan desa. Kita mempunyai keyakinan membangun Negara akan lebih efektif jika dimulai dari pembangunan desa sebagai tataran elemen wilayah Negara yang palilng besar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar