Selasa, 22 November 2011

Regulasi dan Kebijakan Tentang Pemilu

 

DPR Sahkan RUU Partai Politik

 

      JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo, siang ini.

Pengesahan RUU Partai Politik tergolong cepat apabila dibandingkan dengan revisi Undan-Undang Nomor 22 Tahun 2007 mengenai penyelenggara pemilu yang masih mentok hingga saat ini.

Berdasarkan keterangan Ketua Komisi II Chairuman Harahap, RUU Partai Politik mulai dibahas pada pembicaraan tingkat I di Komisi II DPR pada 25 November 2010. Pada rapat kerja Komisi II dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM 30 November 2010 disepakati 101 Daftar Inventarisasi Masalah.

Komisi II berhasil menyelesaikan seluruh pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan menugaskan panitia kerja (Panja) membahas 6 DIM. Proses di Panja juga berlangsung cepat, hanya melalui 4 kali pembahasan pada tangal 1, 2 dan 8 Desember 2010. Pada tanggal 9 dan 10 Desember, draf RUU sudah masuk ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk selanjutnya disahkan dalam rapar kerja Komisi II bersama Mendagri dan Menkumham tanggal 13 Desember 2010.

Lebih lanjut, Chairuman menjelaskan, beberapa poin penting dalam undang-undang tersebut antara lain, syarat pendirian partai politik dilakukan paling sedikit 30 orang yang berusia 21 tahun atau sudah menikah dari tiap provinsi. Namun yang didaftarkan sebagai pendiri di notaris paling sedikit 50 orang mewakili seluruh pendiri partai.

"Partai politik harus mempunyai kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75 persen dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi dan paling sedikit 50 persen dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan dan kantor tetap pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum," katanya saat membacakan laporan Komisi II di sidang paripurna DPR di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Kamis (16/12/2010).

Poin kedua, AD/ART partai dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan partai politik. Perubahan tersebut harus didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM paling lama 30 hari terhitung sejak terjadinya perubahan.

Untuk rekrutmen calon anggota DPR, undang-undang ini masih mengakomodasi semangat tindakan khusus sementara dengan memberikan kuota paling sedikit 30 persen terhadap perempuan.

Menariknya, partai politik juga diharuskan memiliki mahkamah atau sebutan lainnya untuk menyelesaikan perselirihan internal. Susunan mahkamah ini harus didaftarkan kepada Kementerian Hukum dan HAM. Proses penyelesaian konflik internal juga harus diselesaikan paling lambat 60 hari dengan putusan bersifat final dan mengikat secara internal.

Partai politik juga diwajibkan menyampaikan laporan keuangan penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari APBN dan APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 tahun sekali untuk diaudit paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran berakhir. "Terhadap sumbangan yang diterima partai politik dari perusahaan dan atau badan swasta disepakati paling banyak senilai Rp7,5 miliar dalam waktu satu tahun," kata Chairuman.

Verifikasi
Karena perubahan aturan ini, partai politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya. Namun, partai politik wajib melakukan penyesuaian menurut undang-undang ini dengan mengikuti verifikasi. Verifikasi terhadap partai sudah harus selesai dua setengah tahun sebelum hari pemungutan suara pemilihan umum.

"Dalam hal partai politik tidak memenuhi syarat verifikasi, keberadaannya tetap diakui sampai dilantiknya anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota hasil pemilihan umum 2014," kata Chairuman.

Chairuman mengakui, revisi UU Partai Politik terkesan sangat singkat, kurang lebih 3 minggu. "Kami sadar RUU ini merupakan pintu masuk bagi undang-undang bidang politik lainnya, sehingga waktu menjadi pertimbangan dalam penyelesaiannya," katanya.

Selain RUU Partai Politik, seluruh fraksi di DPR juga menyetujui Rancangan Undang-Undang Tentang Intelijen disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.  DPR mengesahkan RUU Intelijen menjadi inisiatif DPR bersama 4 RUU lainnya yaitu RUU Lembaga Keuangan Mikro, RUU perubahan atas UU Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, RUU tentang perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L) menjadi RUU DPR.
(ram)

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo, siang ini.

Pengesahan RUU Partai Politik tergolong cepat apabila dibandingkan dengan revisi Undan-Undang Nomor 22 Tahun 2007 mengenai penyelenggara pemilu yang masih mentok hingga saat ini.



PT 4 %, 23 Juta Suara Akan Hilang di Pemilu 2014

 JAKARTA- Pemerintah mengusulkan agar parliamentary threshold (PT) atau ambang batas perolehan kursi secara nasional sebesar 4 persen. Namun, usulan tersebut justru akan membuat sistem Demokrasi di Indonesia semakin tertutup, sebab banyak suara keterwakilan yang akan hilang bila angka 4 persen diterapkan.

Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), Hadar Gumay mengatakan, bila PT ditetapkan empat persen maka suara keterwakilan yang hilang akan naik. “PT 2,5 persen sudah cukup tinggi. Di tahun 2009 dengan PT 2,5 persen, angka persentase suara yang hangus atau tidak terwakili sebanyak 18,3 persen  atau 19,04 juta suara,” kata Hadar saat berbincang dengan okezone, Sabtu (29/10/2011).

“Kalau PT dinaikan 4 persen hampir pasti akan naik suara hilang menjadi 22,1 persen atau 23 juta suara,” kata Hadar.

Suara yang hilang ini, kata Hadar, adalah suara partai-partai yang memperoleh suara tetapi tidak mencapai PT “Suara partai-partai itu tidak dihitung untuk penghitungan kursi. “Angka 23 juta suara hilang itu terbilang cukup tinggi,” kata Hadar.

Dia mencontohkan, negara-negara seperti Turki yang saat ini memiliki PT tertinggi, yakni sekira 10 persen, angka suara keterwakilan yang hangus tidak mencapai angka 20 persen. “Di Turki, suara yang hangus sekira 10,4 persen,” katanya.

Hadar menyayangngkan langkah pemerintah yang mengusulkan PT sebesar empat persen. “Buat apa PT kita tinggi, untuk menyederhanakan partai?. Di negara-negara lain butuh waktu untuk menyederhanakan jumlah partai jadi tidak bisa dengan menerapkan PT dalam satu kali pemilu lantas jumlah parpol menjadi sederhana,” ujarnya.

PT, kata Hadar, bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi kualitas wakil-wakil rakyat dan pemerintahan yang stabil. “Faktor PT bukanlah faktor penentu, ada faktor lain seperti perilaku politik, dan karakter pemimpin. Jadi bila pemerintah ingin menaikan PT dengan alasan untuk membuat pemerintahan lebih stabil itu tidak tepat,” katanya.

Hadar mengatakan, sebaiknya pemerintah memikirkan bagaimana menata kerja politik bila ingin mendapatkan pemerintahan yang stabil. “Percuma saja, misalkan dengan PT 4 persen, maka hanya ada 6 Parpol yang ada di Parlemen. Tapi kalau perilaku politiknya sama saja dengan yang ada sekarang, yang sebentar-sebentar rebut, dan menekan pemerintah. Percuma. Tak usahlah dinaikan,” katanya.
(ugo)


                                                                                                                                                           PDF] 

UU.Pemilu No.10. tentang PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH



PP 16 Tahun 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


Tidak ada komentar:

Posting Komentar